Yerusalem, kota yang dijuluki sebagai tanah suci tiga agama besar, kembali memanggil umat Kristen untuk merayakan Paskah. Namun, gema doa dan nyala lilin tahun ini seolah tak kuasa menepis rasa getir yang menyelimuti prosesi keagamaa itu. Di balik dinding batu Gereja Makam Kudus, luka batin umat Kristen Palestina kian dalam, bukan karena perang yang jauh, melainkan kekerasan yang hadir nyaris tanpa jeda—di depan mata mereka sendiri.
Perayaan yang sejatinya penuh harapan dan pengampunan berubah menjadi ruang ketakutan. Aparat keamanan Israel membatasi akses masuk ke kota tua Yerusalem dengan penjagaan ketat, bahkan terhadap para rohaniwan. Mereka yang datang dari Tepi Barat tak hanya diperiksa berulang kali, tetapi juga diintimidasi. Tahun ini, hanya 4.000 dari sekitar 50.000 umat Kristen Palestina yang diberikan izin untuk merayakan Paskah di tempat suci itu. Bagi mereka, izin bukan jaminan keamanan.
Di jalanan sempit menuju gereja, biarawan Ortodoks diludahi oleh pemukim ekstremis Yahudi. Seorang rohaniwan Katolik dilempar batu saat berjalan menuju tempat ibadah. Gereja-gereja kecil di sekitar kota tua tak luput dari perusakan. Seolah mengenakan jubah iman di Yerusalem kini adalah tindakan yang menantang kekuasaan.
Kekerasan ini bukan hanya tindakan individu. Ia tumbuh subur dalam kebijakan negara yang permisif terhadap kebencian, bahkan memeliharanya. Pemerintah Israel di bawah kepemimpinan koalisi sayap kanan mempersempit ruang keagamaan bagi komunitas Kristen. Polisi yang berjaga justru menjadi saksi bisu, bahkan pelaku kekerasan, atas eskalasi intimidasi ini.
Padahal, Yerusalem bukan hanya kota orang Yahudi. Ia juga rumah bagi umat Kristen dan Muslim yang hidup berabad-abad di tanah itu. Namun, kehadiran umat Kristen Palestina kini dipersempit menjadi statistik yang bisa ditekan. Tak sedikit yang akhirnya memilih pergi, meninggalkan kota yang semakin tidak ramah bagi mereka.
“Tak mudah hidup di sini, tapi ini rumah kami,” ujar seorang ibu Kristen asal Betlehem yang harus melewati tiga pos pemeriksaan hanya untuk menyalakan lilin di gereja. Suaranya lirih, tapi matanya penuh nyala. Ia tahu, setiap langkah menuju Yerusalem adalah bentuk perlawanan.
Paskah adalah tentang kebangkitan. Tapi bagi umat Kristen Palestina, ia juga tentang bertahan. Bertahan dari kekerasan, diskriminasi, dan penghapusan yang berlangsung perlahan. Kota Suci kini bukan hanya panggung spiritual, tetapi juga arena diam-diam dari kekejaman yang dilegalkan. (IMR/D-2)
(Baca juga:Â 10 Kabupaten/Kota dengan Pemeluk Agama Kristen Terbanyak di Indonesia pada 2024)
Download aplikasi Dataloka.id di Android sekarang untuk akses informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya.
Download aplikasinya di sini.
Atau gabung di WA Channel Dataloka.id untuk update data terbaru, di sini.