Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merilis laporan mengenai senjata yang digunakan Polri dalam pengendalian massa sepanjang 2019–2024.
Selama periode tersebut, tercatat 69 peristiwa yang melibatkan penggunaan senjata pengendali massa dan berakibat pada jatuhnya korban. Dari jumlah itu, 718 orang mengalami luka-luka dan 30 orang meninggal dunia.
Jenis senjata yang paling sering digunakan aparat ialah gas air mata. Kontras mencatat penggunaan gas air mata terjadi dalam 51 kasus. Selain itu, peluru karet digunakan sebanyak 9 kali, water cannon dalam 8 peristiwa, dan peluru tajam pada 4 kasus.
Penggunaan senjata pengendali massa oleh Polri diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009. Aturan tersebut menetapkan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dimulai dari upaya pencegahan hingga penggunaan senjata api.
Pada tahap pertama, aparat menggunakan kekuatan yang bersifat pencegahan. Tahap kedua dilakukan melalui perintah lisan. Tahap ketiga dan keempat meliputi kendali tangan kosong, baik lunak maupun keras.
Tahap kelima mencakup penggunaan senjata tumpul dan senjata kimia, termasuk gas air mata serta semprotan cabe. Sementara itu, tahap keenam adalah penggunaan senjata api atau alat lain yang dapat menimbulkan luka parah atau kematian terhadap pelaku kejahatan maupun tersangka.
Dalam konteks pengendalian massa, gas air mata, peluru karet, dan water cannon termasuk dalam kategori penggunaan senjata pada tahap lanjutan. Adapun penggunaan peluru tajam masuk ke dalam tahap keenam, yang merupakan tingkat paling tinggi dalam eskalasi tindakan kepolisian. (RK/D-1)
(Baca: Data Kebebasan Sipil di Indonesia Semester I 2025 Didominasi Isu RUU TNI)