Dua puluh tujuh tahun setelah Reformasi 1998, publik menaruh harapan yang campur aduk terhadap peristiwa politik terbesar pasca-Orde Baru itu. Survei Litbang Kompas terbaru menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai reformasi sebagai tonggak kebebasan berpendapat. Namun, tidak sedikit pula yang menganggapnya tak bermakna.
Sebanyak 43,1% responden menyebut reformasi identik dengan kebebasan menyuarakan pendapat. Sementara itu, 20,4% menilai reformasi memberi jalan pada pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dua cita-cita yang memang jadi nafas awal gerakan mahasiswa pada 1998.
Namun, 16,3% responden merasa reformasi tak membawa arti penting dalam kehidupan mereka. Sementara 11,7% menilai reformasi membawa peningkatan kesejahteraan, dan 7,7% mengaku tak tahu apa arti reformasi.
Yang menarik, masih ada suara-suara minor yang mencerminkan kekecewaan. Sebanyak 0,5% merasa kebebasan sudah kelewat batas, 0,2% menyebut adanya reformasi hukum yang lebih kuat, dan 0,1% justru menyebut kesejahteraan rakyat menurun.
Survei ini dilakukan Litbang Kompas melalui telepon pada 21–24 April 2025 terhadap 510 responden dari 54 kota di 38 provinsi. Pemilihan responden dilakukan secara acak dari panel tetap Litbang Kompas, dengan memperhatikan proporsi jumlah penduduk tiap daerah. Tingkat kepercayaan survei ini 95%, dengan margin of error ±4,25%. (NKR/D-1)
(Baca: Polri Habiskan Rp3,8 Triliun untuk Pengamanan Demonstrasi sejak 2019)
Download aplikasi Dataloka.id di Android sekarang untuk akses informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya.
Download aplikasinya di sini.
Atau gabung di WA Channel Dataloka.id untuk update data terbaru, di sini.