Wacana pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) pada pendidikan dasar dan menengah mendapat dukungan luas dari masyarakat. Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 89,5% responden menyatakan setuju dengan rencana tersebut, meski dengan sistem yang berbeda. Hanya 9,3% yang menolak wacana itu, sementara 1,2% lainnya menyatakan tidak tahu atau tidak memberikan jawaban.
Dukungan terhadap kembalinya UN ini dilatarbelakangi oleh sejumlah alasan. Mayoritas responden, sebanyak 55,3%, menilai UN mampu memacu peserta didik untuk belajar lebih giat. Selain itu, sebanyak 40,1% responden berpendapat bahwa UN memberikan standar penilaian yang jelas terhadap kompetensi siswa. Sebagian lainnya, sebesar 24,2%, menilai UN menjamin adanya kesetaraan dalam tingkat pengetahuan dan keterampilan antarsiswa di berbagai daerah.
Selain itu, sebanyak 11,9% responden menyatakan bahwa UN diperlukan sebagai standar penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada jalur prestasi. Ada pula 8,6% responden yang menekankan bahwa UN sebaiknya kembali diadakan, namun bukan sebagai penentu kelulusan. Mereka menilai UN dapat menjadi alat evaluasi pencapaian pendidikan nasional tanpa membebani siswa dalam menentukan kelulusan.
Sementara itu, 6,4% responden menilai asesmen nasional yang menggantikan UN memiliki sejumlah kelemahan, seperti ketidakakuratan tolok ukur prestasi karena hanya menggunakan metode sampling.
Meski mayoritas masyarakat menyambut baik rencana ini, sebagian pihak tetap menolak pemberlakuan kembali UN. Sebanyak 41% responden menilai UN sebagai sistem yang diskriminatif dan membebani psikologis siswa, terutama jika digunakan sebagai penentu kelulusan seperti sebelumnya. Pergantian kebijakan yang berulang kali juga dinilai membingungkan siswa, orang tua, dan guru. Hal ini diungkapkan oleh 35,3% responden.
Sejumlah kekhawatiran lain turut muncul dalam survei ini. Sebanyak 25% responden mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensi kecurangan, mulai dari kebocoran soal, manipulasi nilai, hingga praktik koruptif. Selain itu, 22,8% responden menilai pelaksanaan UN membutuhkan biaya dan anggaran yang lebih besar.
Kekhawatiran terkait ketidakmampuan UN dalam menilai kecakapan keterampilan lunak (soft skill) juga disuarakan oleh 12,8% responden. Sementara itu, 11,2% lainnya menyoroti ketidakadilan dalam praktik evaluasi akibat ketimpangan akses dan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah.
Survei dilakukan oleh Litbang Kompas pada 6–9 Januari 2025 melalui telepon kepada 528 responden di 38 provinsi. Penelitian memiliki tingkat kepercayaan 95% dengan margin of error ±4,22%.
(Baca: Jumlah Sekolah di Indonesia Menurut Satuan Pendidikan pada Semester I 2024/2025)