Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui RUU Pilkada yang sempat terhenti pembahasannya pada November 2023. Pembahasan RUU Pilkada dimulai pada Rabu (21/8) dan diselesaikan dalam waktu kurang dari 24 jam.
Pembahasan RUU Pilkada dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi. Permasalahan yang dibahas dalam sidang tersebut berfokus pada putusan Hakim MK yang mengabulkan Sebagian gugatan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Terdapat dua poin penting yang dibahas dalam sidang kilat RUU Pilkada, yaitu batas usia pendaftaran kepala daerah dan permasalahan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah. Dalam sidang yang dilaksanakan dalam waktu kurang dari 24 jam, DPR berupaya ‘mengakali’ putusan MK. Bahkan, aturan mengenai batas usia pendaftaran kepala daerah juga ditolak oleh DPR sehingga menggunakan dasar putusan yang dikeluarkan oleh MA.
DPR mengubah aturan MK dengan menambahkan redaksi partai politik yang memiliki kursi di DPRD pada pasal 40 ayat 1 RUU Pilkada, sedangkan pada Pasal 40 ayat 2 RUU Pilkada, DPR menambahkan redaksi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD. Redaksi RUU Pilkada yang dibuat oleh DPR tentu berbeda dengan apa yang disampaikan oleh MK karena MK menggunakan redaksi sebagai berikut:
Bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai dengan 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
RUU Pilkada yang dikeluarkan oleh DPR memiliki redaksi yang berbeda dengan amar putusan MK. Akan tetapi, RUU ini nyatanya dapat diloloskan untuk masuk ke dalam rapat paripurna. Dari 9 partai yang mengikuti sidang, hanya 1 partai (PDIP) yang menolak RUU Pilkada yang sudah diotak-atik. Akibatnya, RUU Pilkada dapat berjalan mulus ke sidang tingkat II, yaitu sidang paripurna. (IMR/D-1)
(Baca: Perolehan Suara Partai Politik Lolos Parlemen seusai Putusan MK)
Comments 2