Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan fluktuasi yang signifikan pada luas area terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia selama periode 2014-2023. Terdapat tahun-tahun dengan peningkatan luas yang drastis, diselingi oleh penurunan yang cukup tajam.
Puncak luas karhutla terjadi pada 2015, mencapai angka 2,6 juta hektare (ha). Angka ini jauh di atas rata-rata tahunan dan menunjukkan kondisi darurat yang sangat serius. Kebakaran hutan dan lahan skala besar pada tahun tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan masyarakat, ekonomi, dan bahkan hubungan internasional.
Setelah mencapai puncaknya pada 2015, luas karhutla mengalami penurunan yang cukup signifikan pada 2016. Hal ini menunjukkan adanya upaya serius dari pemerintah dan berbagai pihak untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Namun, penurunan ini bersifat sementara karena pada tahun-tahun berikutnya luas karhutla kembali meningkat.
Selama periode 2017 hingga 2021, luas karhutla terus mengalami fluktuasi. Terdapat tahun-tahun dengan peningkatan yang cukup tajam, seperti pada 2019, dan tahun-tahun dengan penurunan yang relatif stabil.
Pada 2023, kembali terjadi peningkatan luas karhutla yang sangat drastis, mencapai angka 1,17 juta ha. Peningkatan yang signifikan ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak karena menunjukkan bahwa masalah karhutla belum teratasi secara fundamental.
Fluktuasi luas karhutla dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, seperti kondisi cuaca, praktik pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan, pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, serta faktor manusia lainnya. Selain itu, perubahan iklim juga diperkirakan berperan dalam meningkatkan frekuensi dan intensitas kebakaran hutan dan lahan. (RK/D-1)
(Baca: Luas Hutan Indonesia Berdasarkan Fungsinya pada 2023)
Comments 3