Menjelang bulan Ramadhan 2025, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi di Indonesia, terutama di sektor manufaktur. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sanken Indonesia, dan PT Yamaha Music Indonesia termasuk dalam daftar perusahaan yang merumahkan ribuan pekerja. Keputusan ini diambil akibat berbagai faktor, seperti tekanan finansial, efisiensi operasional, dan relokasi produksi.
Sritex Pailit, 10.965 Pekerja Kehilangan Pekerjaan
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Akibatnya, perusahaan ini menghentikan seluruh operasional mulai 1 Maret 2025 dan melakukan PHK terhadap 10.965 karyawan.
Para pekerja yang terdampak berasal dari berbagai anak perusahaan Sritex, termasuk PT Sritex Sukoharjo, PT Bitratex Semarang, PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan PT Primayudha Boyolali. Gelombang PHK ini semakin memperparah kondisi industri tekstil di Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami tekanan berat akibat persaingan global dan penurunan permintaan.
Meski sudah dinyatakan pailit, Sritex dikabarkan akan memulai kembali operasinya dalam beberapa bulan ke depan. Langkah ini merupakan bentuk penyelamatan Sritex yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga memastikan bahwa Sritex akan memberikan hak-hak karyawan yang terdampak PHK.
PT Sanken Indonesia Tutup Pabrik di Cikarang, 459 Karyawan Kena PHK
PT Sanken Indonesia, perusahaan elektronik asal Jepang yang beroperasi di Cikarang, Kabupaten Bekasi, memutuskan untuk menutup pabriknya pada Juni 2025. Keputusan ini mengakibatkan PHK terhadap 459 karyawan.
Menurut sumber internal perusahaan, langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi global untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menekan biaya operasional. Pabrik Sanken di Indonesia disebut-sebut akan mengalihkan produksinya ke negara lain dengan biaya tenaga kerja yang lebih kompetitif.
Yamaha Music Indonesia PHK 1.100 Pekerja, Produksi Dipindahkan
PT Yamaha Music Indonesia juga melakukan PHK massal terhadap 1.100 pekerja akibat restrukturasi bisnis global. PHK ini berdampak pada 400 pekerja di pabrik Cibitung, Bekasi, serta 700 pekerja di kantor pusat Jakarta. Proses pemutusan hubungan kerja berlangsung bertahap sejak akhir Desember 2024 hingga awal Januari 2025.
Keputusan ini didorong oleh relokasi produksi ke Jepang dan China sebagai bagian dari strategi efisiensi biaya serta peningkatan daya saing global. Hal ini menjadi pukulan berat bagi industri alat musik di Indonesia yang selama ini mengandalkan produksi dalam negeri untuk ekspor.
Dampak dan Tanggapan Pemerintah terhadap Gelombang PHK
Gelombang PHK massal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau agar perusahaan memberikan pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selain itu, pemerintah berencana menyediakan program pelatihan keterampilan dan peluang kerja baru bagi pekerja yang terdampak.
Dalam jangka panjang, regulasi industri dan investasi di sektor manufaktur perlu diperkuat guna meningkatkan daya saing serta mengurangi risiko PHK massal pada masa depan. Namun, bagi ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan saat ini, tantangan terbesar adalah mencari sumber penghidupan baru di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.
Gelombang PHK di Sritex, Sanken, dan Yamaha Music menjadi alarm bagi sektor manufaktur di Indonesia. Apakah langkah-langkah pemerintah cukup untuk mengatasi dampak besar ini? Perkembangan selanjutnya akan sangat menentukan masa depan industri dan tenaga kerja di Tanah Air. (IMR/D-2)
(Baca juga: 5 Program Prabowo Paling Diragukan Publik Menurut Litbang Kompas)
“Jelajahi data dengan lebih mudah dan cepat! Download aplikasi Dataloka.id di Android sekarang untuk akses informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya, download aplikasinya di sini!”
Comments 1