Pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp3.147,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka ini naik 9,8 persen dibanding outlook APBN 2025 yang tercatat Rp2.865,5 triliun.
Dalam lima tahun terakhir, tren penerimaan negara menunjukkan kenaikan konsisten. Lonjakan terbesar tercatat pada 2022 dengan pertumbuhan 31 persen, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada 2025 dengan kenaikan hanya 0,5 persen.
Secara rinci, mayoritas penerimaan negara dalam RAPBN 2026 berasal dari pajak dan bea cukai dengan total Rp2.692 triliun. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan Rp455 triliun. Adapun hibah diproyeksikan hanya menyumbang Rp0,7 triliun.
Untuk mencapai target ambisius di 2026, pemerintah menyiapkan berbagai strategi. Dari sisi pajak, langkah yang ditempuh antara lain pemanfaatan coretax, sinergi pertukaran data antarkementerian dan lembaga, pemungutan pajak atas transaksi digital dalam negeri maupun luar negeri, hingga joint program analisis data.
Di sektor bea cukai, strategi difokuskan pada kebijakan cukai hasil tembakau, ekstensifikasi barang kena cukai (BKC), serta intensifikasi bea masuk dari perdagangan internasional. Pemerintah juga mengoptimalkan bea keluar untuk mendukung hilirisasi produk, sekaligus memperkuat penegakan hukum guna menekan peredaran barang ilegal dan praktik penyelundupan.
Sementara itu, dari sisi PNBP, optimalisasi dilakukan melalui perbaikan tata kelola, inovasi, pengawasan, dan penegakan hukum di sektor sumber daya alam. Pemerintah juga memperkuat sinergi antarkementerian dan lembaga lewat sistem informasi minerba (Simbara) untuk memastikan penerimaan negara berjalan lebih transparan dan efektif. (RK/D-1)
(Baca: 10 Kementerian/Lembaga dengan Anggaran Terbesar 2026, BGN Paling Dominan)