Pagi itu, Selasa, 6 Mei 2025, ruang kelas SDN Kota Bogor ramai seperti biasa. Namun, tak lama setelah jam istirahat pertama, sejumlah siswa mulai mengeluh mual. Beberapa di antaranya terlihat pucat dan memegang perut. Dalam hitungan jam, jumlah yang mengeluh meningkat drastis: dari belasan menjadi ratusan.
Menu makan siang hari itu terdiri dari nasi, telur mata sapi yang disiram saus, tahu kuning, tumis taoge jagung, dan buah jeruk. Makanan ini merupakan bagian dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah sebagai realisasi janji kampanye Presiden pada Pemilu 2024.
Alih-alih menyehatkan, makanan itu justru membuat 223 siswa dari TK hingga SMA di Kota Bogor keracunan massal. Mereka dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit terdekat dengan keluhan serupa: pusing, muntah, hingga diare. Beberapa siswa bahkan harus dirawat inap.
Pemerintah Kota Bogor menetapkan status kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pemerintah Kota juga langsung menghentikan distribusi makanan MBG secara total.
Program Nasional yang Tergesa-gesa?
Program Makanan Bergizi Gratis merupakan salah satu proyek prioritas nasional yang dimulai pada awal Maret 2025. Tujuannya mulia: meningkatkan gizi siswa dan menekan angka stunting. Namun, eksekusinya di lapangan penuh celah. Pelaksanaan terburu-buru, pengawasan lemah, dan penunjukan penyedia makanan yang minim verifikasi menjadi kombinasi yang mematikan.
Merujuk data pengadaan di laman LPSE Kabupaten Bogor, sekolah yang terdampak dalam kasus ini—termasuk SDN Sukamakmur 04—mengandalkan pasokan makanan dari PT Nutrindo Sehat Bersama, perusahaan katering yang baru berdiri pada akhir 2024. Nilai kontraknya mencapai Rp3,4 miliar. Tidak banyak informasi yang dapat digali dari rekam jejak perusahaan ini.
Hasil Uji Laboratorium: Ada E. coli dan Salmonella
Hasil uji sampel makanan dari Dinas Kesehatan Kota Bogor menyatakan adanya kontaminasi bakteri Escherichia coli (E. coli) dan Salmonella. Sumber utama dicurigai berasal dari telur ceplok dan tumis taoge yang diolah dalam kondisi tidak higienis. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa sistem distribusi dan penyimpanan makanan MBG belum siap untuk skala besar.
Dalam video berjudul “Wacana Asuransi Ketika Banyak Pelajar Keracunan Makan Bergizi Gratis” yang tayang di kanal YouTube ini, seorang narasumber menyebut adanya upaya dari pemerintah pusat untuk menutupi kelemahan distribusi dengan wacana asuransi pelajar, alih-alih memperbaiki hulu masalah. Ini menunjukkan kecenderungan reaktif, bukan preventif, dalam menangani krisis kesehatan.
Bukan Kasus Tunggal
Keracunan makanan dari program MBG bukan hanya terjadi di Bogor. Dalam tiga bulan terakhir, kasus serupa muncul di sejumlah daerah:
-
Cianjur: 165 siswa keracunan setelah mengonsumsi MBG akhir April 2025.
-
Bandung: 342 siswa SMP Negeri 35 alami gejala keracunan pada awal Mei.
-
Sukoharjo: 40 siswa mengalami gejala serupa pada pekan pertama Mei.
Meski skalanya berbeda, polanya nyaris sama: makanan disuplai dalam jumlah besar oleh penyedia yang tidak transparan, tanpa pengawasan rantai distribusi yang ketat.
Lemahnya Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu masalah utama dari pelaksanaan MBG adalah kurangnya transparansi dalam pemilihan vendor makanan. Dalam banyak kasus, penyedia tidak melalui proses audit kapasitas dan sanitasi yang memadai.
Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2023, sekitar 50 persen kontrak pengadaan makanan di sektor pendidikan dilakukan tanpa verifikasi menyeluruh. Hal ini membuka celah korupsi dan risiko kesehatan serius.
Pemerintah pusat, dalam berbagai kesempatan, menyatakan akan memperbaiki sistem pengadaan. Namun, hingga kini, belum ada peta jalan yang jelas mengenai tata kelola makanan massal untuk anak-anak sekolah di seluruh Indonesia.
Makanan Gratis, tetapi Tidak Aman
Dalam kajian Indonesian Journal of Public Health (2022), disebutkan bahwa pelaksanaan program makan gratis berskala besar membutuhkan:
-
Protokol higienis yang terstandarisasi nasional,
-
Pelatihan rutin bagi tenaga dapur dan logistik,
-
Sistem pengawasan berlapis dari tingkat sekolah, dinas, hingga kementerian,
-
Transparansi real-time melalui platform digital pengawasan mutu.
Tanpa keempat elemen tersebut, program MBG hanya akan menjadi ladang bencana yang terus berulang.
Gizi Negara yang Masih Rawan
Tujuan mulia program MBG untuk memastikan anak Indonesia tumbuh sehat dan cerdas tidak dapat dipungkiri. Akan tetapi, jalan menuju ke sana dipenuhi dengan tantangan teknis dan etika birokrasi. Pengawasan yang longgar, vendor yang tidak diverifikasi, dan distribusi yang dilakukan asal-asalan membuat makanan yang seharusnya menyehatkan justru berubah menjadi racun bagi generasi masa depan. Alih-alih memberi asuransi sebagai solusi reaktif, pemerintah seharusnya kembali pada akar masalah, yaitu dengan memperbaiki sistemnya, bukan hanya menambal akibatnya. (IMR/D-2)
(Baca Juga: Jumlah Penerima Program Makan Bergizi Gratis Capai 2,05 Juta Orang)
Download aplikasi Dataloka.id di Android sekarang untuk akses informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya.
Download aplikasinya di sini.
Atau gabung di WA Channel Dataloka.id untuk update data terbaru, di sini.