Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi kelompok rentan dengan mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp508,2 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Angka ini melonjak 8,6% dibanding outlook APBN 2025 yang sebesar Rp468,1 triliun. Namun, di balik kenaikan ini, pertumbuhan anggaran tahun depan tak sefantastis pada 2020, ketika dana perlinsos membubung 61,5% akibat tekanan pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa besaran anggaran ini mencerminkan upaya serius pemerintah dalam menyalurkan berbagai bantuan sosial kepada masyarakat. “Ini yang merupakan begitu banyak bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers RAPBN 2026, Jumat (15/8).
Subsidi Energi Mendominasi, Bansos Langsung Tak Seberapa
Jika dirinci, alokasi perlinsos 2026 terbagi dalam empat klaster: pemenuhan kebutuhan dasar (Rp315,5 triliun), layanan pendidikan (Rp37,5 triliun), layanan kesehatan (Rp69 triliun), dan pemberdayaan masyarakat (Rp86,2 triliun).
Yang menarik, mayoritas dana perlinsos justru tersedot untuk subsidi energi—terutama BBM, listrik, dan LPG 3kg—yang mencapai Rp210 triliun. Artinya, hampir 41,3% dari total anggaran perlindungan sosial digunakan untuk menahan kenaikan harga energi, bukan langsung ke kantong masyarakat.
Sementara itu, bantuan langsung seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hanya mendapat porsi relatif kecil. PKH, misalnya, hanya dialokasikan Rp28,7 triliun untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), sedangkan BPNT sebesar Rp43,8 triliun untuk 18,3 juta KPM. Padahal, kedua program ini kerap dianggap sebagai bantuan yang paling langsung menyentuh masyarakat miskin.
Kesehatan dan Pendidikan: Jaminan Sosial vs Kualitas Layanan
Di sektor kesehatan, anggaran terbesar dialokasikan untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN) yang mencapai Rp66,5 triliun, mencakup 96,8 juta peserta. Namun, persoalan klasik seperti antrean panjang di fasilitas kesehatan dan minimnya kualitas layanan masih menjadi pekerjaan rumah.
Sementara di pendidikan, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah menelan Rp32,5 triliun. Pertanyaannya, apakah bantuan ini benar-benar meningkatkan akses dan mutu pendidikan, atau sekadar memenuhi target kuota penerima?
Pemberdayaan atau Beban Fiskal?
Klaster pemberdayaan masyarakat diisi oleh program seperti Subsidi KUR (Rp36,5 triliun) dan subsidi pupuk (Rp49,7 triliun). Di satu sisi, ini bisa mendorong UMKM dan petani. Tapi di sisi lain, subsidi pupuk kerap dikritik karena tidak selalu tepat sasaran, malah kerap dinikmati oleh pelaku usaha besar.
Efektivitas vs Politisasi
Kenaikan anggaran perlindungan sosial patut diapresiasi, tapi efektivitas penyalurannya tetap menjadi tantangan. Sejauh ini, program bansos masih kerap dikaitkan dengan kepentingan politik, terutama di tahun-tahun mendekati pemilu. Selain itu, besarnya porsi subsidi energi—yang notabene lebih banyak dinikmati seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya kelompok miskin—bisa mempertanyakan kembali prioritas pemerintah.(NKR/D-1)
(Baca : Kata yang Paling Banyak Diucapkan Prabowo saat Pidato Kenegaraan 15 Agustus 2025)
Download aplikasi Dataloka.id di Android sekarang untuk akses informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya.
Download aplikasinya di sini.
Atau gabung di WA Channel Dataloka.id untuk update data terbaru, di sini.